Wednesday, January 23, 2019

kata Kunci Dharma wacana

No.
Tema
Judul 
1
Dana Punya

Kesempurnaan Pemberian


Kata kunci :
Pembukaan
Kehidupan manusia tentang konsep vertikal dan horizontal, Fenomena tentang dana punia hanya sebatas upacara.
pengertian dana punia
Dana punia  terdiri dari dua kata yaitu “dana” yang berarti pemberian sedangkan “punia” artinya selamat, baik, bahagia, indah dan suci. Bentuk dana punia (Vidya, Desa, dan artha). Atharva Veda III.2.45 yang berbunyi :  Sata hasta sama hara sahasrahata sam kira. Manawa Dharma Sastra I. 86 dana punia pada jaman kaliyuga, tidak kikir terhadap kekayaan yang kita miliki ada rumusnya. Rumusnya terdapat pada Tukang Parkir yang selalu ikhlas tentang hal yang datang  akan kembali pada pemilik-Nya.  
pedoman dana punia
Wrhaspati Tattwa 26, yakni Sila (tingkah laku yang baik), Yajna (pengorbanan), Tapa (pengendalian diri), Dana (pemberian), Prawjya (menambah ilmu pengetahuan suci), Diksa (penyucian diri/Dvijati) dan Yoga. Menurut Sarasamuccaya 262 dibagi 3 artha, kama dan dharma. Pedoman dana punia (iksa/tujuan, lascarya, sakti, nasmita (tidak pamer) dan sastra.
pelaksanaan dana punia
Bhisama sabha pandita tentang dana punia 2002 bahwa besarnya dana punia adalah 5 %. Dana punia untuk pendidikan dan mengurangi dana untuk kegiatan ritual yang mewah. Dana punia diibaratkan dengan membersihkan sumur dengan selalu menimba air dan membersihkan kotoran yang menggenang. Saat ini kita harus menyadari bahwa harta, pangkat dan kemewahan dunia yang kita miliki tidak selamanya akan bersama dengan kita dan tidak akan dibawa mati, namun yang nanti menemani perjalanan selanjutnya adalah perbuatan baik kita.
penutup.
sesungguhnya manawa seva (pelayanan kepada sesama manusia) adalah madhawa seva (pelayanan terhadap Tuhan). mari sisihkan sebagian kecil harta yang kita miliki dan danapuniakan kepada mereka yang berhak dan membutuhkannya
2
Himsa Karma

Kekerasan Membawa Kehancuran Jiwa
Kata kunci :
Pendahuluan :
Dampak IPTETS baik negatif dan positifnya, kondisi pada masa lampau dan kondisi pada jaman kaliyuga,
Perbuatan amoral
Kehidupan manusia dilandasi dengan hati nurani yang selalu mendapat bimbingan dari yang maha kuasa agar selalu mengusahakan perbuatan baik. Akan tetapi tidak selamanya dorongan hati ini dilakukan oleh manusia hal ini misalnya terjadi sekarang?, Bhavavadgita 16.21 bahwa : tri vidham narakasyedam dvaram nasanam atmanah, Perbuatan amoral ini dapat dicontohkan cerita seorang tokoh besar Rsi Walmiki  yang menulis Ramayana yang dahulunya bernama Ratnakara putra seorang Rsi yang bernama Rsi Pracethasa.  Ratnakara inilah yang tumbuh dikeluarga perampok dan menjadi perampok sejati sampai akhirnya bertemu dengan  Narada karena salah mengucapkan mantram Rama menjadi mara yang berarti bahaya yang kemudian menjadi bertapa dirumah semut (Valmika) dan diberikan anugerah oleh dewa brahma untuk menuliskan seluruh kisah Rama sampai kembali ke Vaikunta loka. sifat keraksasaan yang ada dalam diri kita dapat untuk dihilangkan secara berlahan dengan melakukan pengendalian diri serta berlatih yoga untuk mengetahui hakekat diri.
Memaknai Keutamaan manusia
Jenis makhluk hidup berdasarkan padma purana, tri pramana dan keunggulannya dengan makhluk lainnya, catur purusartha dan penerapannya,
Kesimpulan :
perbuatan amoral baik itu memfirnah, membakar milik orang lain, bahkan sampai membunuh orang lain adalah hal yang tidak dibenarkan dalam ajaran agama Hindu. Perbuatan amoral ini berasal dari keinginan, kemarahan dan keserakahan pada diri manusia yang belum mengenal dirinya sebagai makhluk utama. Upaya yang harus dilakukan adalah dengan pengendalian diri, yoga, belajar tentang sastra suci dan bergaul dengan orang berbudi mulia.
3
Tirtha Yatra

Upaya Menemukan Sang Diri
Kata kunci :
Pendahuluan
Tirtayatra terdapat dalam bagian Sad Dharma yaitu enam kebajikan atau kebaikan, Tirtayatra bukanlah semata - mata untuk berkreasi kemana kita mau atau hanya untuk mengunjungi dan sembahyang di pura yang kita inginkan, Melalui pesan dharma ini ada beberapa hal yang menjadi pokok pembahasan bahwa bagaimanakah makna dari tirtayatra?, dan bagaimanakah penerapan tirtayatra dalam kehidupan ?
Pengertian tirtayatra
Tirta artinya pemandian, sungai, kesucian, air, toya atau air suci, sungai yang suci. Secara kenyataan pengertian tirta mengarah ke wujud air. Sedangkan Yatra berarti perjalanan suci. Tirtayatra di era global, Sarasamuscaya 279 : Wenang ulahakenaring daridra ( Bahwa Tirtayatra ini merupakan pensucian lebih utama berkunjung ketempat-tempat suci, karena orang miskin saja mampu melakukan pensucian ini ). Perjalannan suci ini tidak memandang baik ia miskin atau kaya, karena yang paling utama adalah kesungguhannya dan rasa Bhakti dengan bersembahyang dan bersosialisasi dengan umat sedharma,
Manfaat tirtayatra
Tingkat pemahaman spiritual, penyucian diri baik pikiran, perkataan, dan perbuatan,
Penerapan Tirtayatra dalam kehidupan
Bingkai kehidupan manusia sebagai bagian tonggal awal munculnya peradaban umat manusia di dunia ini, secara vertikal dan horizontal. sejarah hubungan masyarakat Indonesia dan India pada masa lampau, ada sebuah festival yang disebut dengan “Kalingga Bali Yatra”. Dalam festival tahunan itu, masyarakat di Negara bagian Orissa, india, memperingati kegiatan pelayaran menuju pulau Bali, Indonesia yang dilakukan oleh para pedagang mereka pada masa itu. Pemikiran yang diusung oleh Robertson Smith 1885 menjelaskan bahwa kehidupan beragama tidak hanya permasalahan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan akan tetapi adanya relasi dengan sesama manusia untuk meningkatkan solidaritas. Untuk itulah, mulai saat ini kita sudah mulai untuk melakukan perjalanan kedalam diri untuk memahami diri kita sendiri karena seseorang yang memahami diri sendiri adalah orang yang memahami bentuk sejati dari kehidupan dan mengenal hakekat Tuhan yang sesungguhnya.
Penutup.
Makna yang terkandung dalam tirtayatra ini adalah perjalanan kedalam diri untuk memahami diri kita sendiri karena seseorang yang memahami diri sendiri adalah orang yang memahami bentuk sejati dari kehidupan dan mengenal hakekat Tuhan yang sesungguhnya.

Sunday, August 9, 2015

Pendidikan dalam Hindu

Sistem Pendidikan menurut Veda



Dalam sistem pendidikan menurut Veda, anak menjadi pusat perhatian, artinya anak merupakan aset dan peserta didik yang mendapat perhatian utama. Kata anak dalam bahasa Sanskerta adalah “putra” Kata “putra” pada mulanya berarti kecil atau yang disayang, kemudian kata ini dipakai menjelaskan mengapa pentingnya seorang anak lahir dalam keluarga: “Oleh karena seorang anak yang akan menyeberangkan orang tuanya dari neraka yang disebut put (neraka lantaran tidak memiliki keturunan), oleh karena itu ia disebut Putra” (Manavadharmaúàstra IX.138). Penjelasan yang sama juga dapat kita jumpai dalam Àdiparva Mahàbhàrata 74,27, juga dinyatakan sama dalam Vàlmìki Ràmàyaóa II,107-112. Putra yang mulia disebut “putra-suputra”. Kelahiran “putra suputra” ini merupakan tujuan ideal dari setiap perkawinan maupun dalam pendidikan Hindu. Kata yang lain untuk putra adalah: “sùnu, àtmaja, àtmasaýbhava, nandana, kumàra dan saýtàna”. Kata yang terakhir ini di Bali menjadi kata “sentana” yang berarti keturunan. “Seseorang dapat menundukkan dunia dengan lahirnya anak, ia memperoleh kesenangan yang abadi, memperoleh cucu-cucu dan kakek-kakek akan memperoleh kebahagiaan yang abadi dengan kelahiran cucu- cucunya” (Àdiparva,74,38).
Pandangan susastra Hindu ini mendukung betapa pentingnya setiap keluarga memiliki anak. Tambahan pula Àdiparva, Mahàbhàrata memandang dari sudut yang berbeda tentang kelahiran anak ini. “Disebutkan bahwa seorang anak merupakan pengikat talikasih yang sangat kuat di dalam keluarga, ia merupakan pusat menyatunya cinta kasih orang tua. Apakah yang melebihi cinta kasih orang tua terhadap anak-anaknya, mengejar mereka, memangkunya, merangkul tubuhnya yang berdebu dan kotor (karena bermain-main). Demikian pula bau yang lembut dari bubuk cendana, atau sentuhan lembut tangan wanita atau sejuknya air, tidaklah demikian menyenangkan seperti halnya sentuhan bayi sendiri, memeluk dia erat-erat. Sungguh tidak ada di dunia ini yang demikian membahagiakan kecuali seorang anak” (74, 52, 55, 57).”Seseorang yang memperoleh anak, yang merupakan anaknya sendiri, tetapi tidak memelihara anaknya dengan baik, tidak mencapai tingkatan hidup yang lebih tinggi. Para leluhur menyatakan seorang anak melanjutkan keturunan dan mendukung persahabatan, oleh karena itu melahirkan anak adalah yang terbaik dari segala jenis perbuatan mulia (74, 61-63). Lebih jauh Maharsi Manu menyatakan pandangannya bahwa dengan lahirnya seorang anak, seseorang akan memperoleh kebahagiaan abadi, bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa” (II.28).

Berdasarkan keterangan tersebut di atas maka pendidikan, utamanya pendidikan moral dan budi pekerti sangat penting ditanamkan bagi seorang anak. Tentang pendidikan ini, kitab suci Veda menyatakan: “Saudara laki-laki seharusnya tidak irihati terhadap kakak dan adik-adiknya laki-laki dan perempuan dan melakukan tugas-tugas yang sama yang dibebankan kepadanya. Hendaknya berbicara mesra di antara mereka” (Atharvaveda: III, 30. 3). “Putra dan orang tuanya yang saleh, gagah berani dan bercahaya bagaikan api menyinari bumi dengan perbuatan-perbuatannya yang mulia” (Ã…gveda I.160.3). “Ya Tuhan Yang Maha Esa, anugrahkanlah kepada kami seorang putra yang gagah berani, giat bekerja, cerdas, mampu memeras Soma (tekun berbakti) dan memiliki keimanan yang mantap lahir pada keluarga kami” (Ã…gveda III.4.9). “Ya Tuhan Yang Maha Esa, semogalah kami memperoleh putra dengan kulitnya yang kuning langsat, yang tampan, panjang umurnya, patuh kepada orang tua dan gurunya, berani dan saleh” (Ã…gveda II.3.9). “Wahai anak, datang dan berdirilah di atas batu ini. Kuatkanlah badanmu seperti batu ini” (Atharvaveda II.13.4). “Sesungguhnya anak laki-laki dari putra seorang ayah yang masyhur akan menjadi mulia” (Atharvaveda XX.128.3). Terjemahan mantra Veda yang terakhir ini adalah logis, bila orang tuanya memiliki nama yang harum, maka putranya memperoleh teladan yang baik menjadikan mereka mulia.
Tentang anak yang “suputra”, Maharsi Càóakya dalam bukunya Nìtiúàstra menyatakan: “Seluruh hutan menjadi harum baunya, karena terdapat sebuah pohon yang berbunga indah dan harum semerbak. Demikian pula halnya bila dalam keluarga terdapat putra yang “suputra” (II.16). “Asuhlah anak dengan memanjakannya sampai berumur lima tahun, berikanlah hukuman (pendidikan disiplin) selama sepuluh tahun berikutnya. Kalau ia sudah dewasa (16 tahun) didiklah dia sebagai teman” (II.18). Demikianlah idealnya, setiap keluarga mendambakan anak idaman, berbudi pekerti luhur, cerdas, tampan, sehat jasmani dan rohani dan senantiasa memberikan kebahagiaan kepada orang tua dan masyarakat lingkungannya. Sebaliknya tidak semua orang beruntung mempunyai anak yang “suputra”. “Di dalam menghadapi penderitaan duniawi, tiga hal yang menyebabkan seseorang memperoleh kedamaian, yaitu: anak, istri dan pergaulan dengan orang-orang suci” (IV.10). Kenyataannya kita menjumpai beberapa anak yang durhaka kepada orang tua, jahat dan melakukan perbuatan dosa yang menjerumuskan dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya ke dalam penderitaan. Anak yang demikian disebut anak yang “kuputra” (bertentangan dengan suputra). Tentang anak yang “kuputra” ini, Maharsi Càóakya menyatakan: “Seluruh hutan terbakar hangus karena satu pohon kering yang terbakar, begitu pula seorang anak yang “kuputra”, menghancurkan dan memberikan aib bagi seluruh keluarga” (II.15). “Apa gunanya melahirkan anak begitu banyak, kalau mereka hanya mengakibatkan kesengsaraan dan kedukaan. Walaupun ia seorang anak, tetapi ia berkeperibadian yang luhur (suputra) membantu keluarga. Satu anak yang meringankan keluarga inilah yang paling baik” (II.17). “Bagaikan bulan menerangi malam dengan cahayanya yang terang dan sejuk, demikianlah seorang anak yang suputra yang memiliki pengetahuan rohani,insyaf akan dirinya dan bijaksana. Anak suputra yang demikian itu memberi kebahagiaan kepada keluarga dan masyarakat”(III.16). Hal yang sama diulangi kembali dalam Nìtiúàstra IV.6. yang antara lain menyatakan: “Kegelapan malam dibuat terang benderang hanya oleh satu rembulan dan bukan oleh ribuan bintang, demikianlah seorang anak yang Suputra mengangkat martabat orang tua, bukan ratusan anak yang tidak mempunyai sifat-sifat yang baik”. “Lebih baik mempunyai anak begitu lahir langsung mati dibanding mempunyai anak berumur panjang tetapi bodoh. Karena anak yang begitu lahir langsung mati memberikan kesedihan sebentar saja. Sedangkan anak yang berumur panjang, bodoh dan durhaka, sepanjang hidupnya memberikan penderitaan”(IV.7).
Demikianlah dapat dinyatakan bahwa ajaran suci Veda dan susastra Hindu lainnya memandang anak atau putra sebagai pusat perhatian dan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam hal ini, pada umat Hindu di Bali meyakini, bahwa karakter seorang anak sangat pula ditentukan oleh kedua orang tuanya, lingkungannya dan upacara-upacara yang berkaitan dengan proses kelahiran seorang anak. Ketika seorang anak lahir, maka karakter seseorang dapat dilihat pada hari kelahirannya yang disebut Daúavara (hari yang sepuluh), yaitu: “pandita, pati, sukha, duhkha, úrì, manuh, mànuûa, ràja, deva, dan rakûaûa” . Demikian pula pemberian nama kepada seorang anak, dikaitkan pula dengan karakter anak seseuai hari “daúavara”-nya tersebut.

Sistem dan tujuan pendidikan menurut kitab suci di atas sejalan dengan tujuan pendidikan dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional Nomor 20 Pasal 3 Tahun 2003 yang mengamanatkan untuk mengembangkan kecerdasan hoslistik. Selanjutnya tentang kecerdasan holistik, di dalam buku panduan pelatihan membangun kecerdasan holistik (PMKH) (Ditjen Dikti, 2008:1-2) dijelaskan bahwa sesuai Undang Undang Pendidikan Nasional disebutkan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta betanggung jawab.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pada tahun 2025, Sistem Pendidikan Nasional berhasrat menghasilkan: Insan Indonesia cerdas dan kompetitif (insan kamil/insan paripurna).
Tujuan pendidikan di atas dapat dijabarkan sebagai usaha membantu menumbuhkan sifat prima manusia atau karakter yang sempurna dalam diri seorang siswa. Para orang tua dan guru semuanya bertanggung jawab atas pendidikan anak. Para orang tua adalah guru di rumah dan para guru di sekolah adalah guru profesional. Agar sifat-sifat prima dalam diri anak berkembang, para orang tua, guru dan lingkungan masyarakat harus bekerja sama dan saling membantu. Orang tua dan guru harus mempraktekkan terlebih dahulu sebelum mengajarkan sesuatu kepada anak-anak. Agar efektif, para guru harus mengajar dari hati dan menyentuh hati sang anak. Karena itu, guru perlu berbicara berdasarkan pengalaman dan bukan hanya mengulang apa yang ada di buku saja.

Sunday, May 18, 2014

Belajar Memahami dan Menerapkan

Pendidikan Pasraman 
Diposkan oleh:

USD


Era Globalisasi  mempunyai ekses yang dualisme secara positif Dan yang negatif. Secara negatif yaitu adanya kemerosotan akhlak dan moralitas para Remaja yang semakin adanya peningkatan signifikan. Pendidikan budipekerti bertujuan untuk MEMBANGUN Karakter seorang Anak, untuk menjadi Anak Yang Baik, Yang memancarkan sifat-sifat luhur Yang yakni sifat-sifat kedewataan. Apabila pendiikan budi pekerti BERHASIL Tumbuh Dan Berkembang PADA Diri seorang Anak Maka Akan menjadi seorang Anak Yang suputra sadu gunawan mamandangi Kulo WANDANA (menjadi Anak Yang BAIK berbudi pekerti luhur, Selalu berakti kepada Tuhan, orangutan Tua, guru maupun TOTAL. 

Berikut pelaksanaan pembelajaran yang ada di Pasraman = DOWNLOAD/Portofolio_Candra_Prabha_SMP_8.html






Sunday, February 23, 2014

Yajna 5


Nama                    :
Kelas                     :
Tanggal                :
Tujuan               :
Memahami Yajna sebagai salah satu dasar dalam kehidupan umat Hindu
Kegiatan           :
Siswa menulis jawaban tentang yajna pada lembar kerja yang telah disediakan
---
1.       Apakah arti dari yajna !


 




2.       Mengapa kita harus beryajna !






3.       Sebutkan sarana yajna yang kalian ketahui !


 








Apakah yang kalian dapatkan dari materi yajna =


 









Nama                    :
Kelas                     :
Tanggal                :
Tujuan               :
Memahami Yajna sebagai salah satu dasar dalam Dewa Yajna
Kegiatan           :
Siswa menulis jawaban tentang yajna pada lembar kerja yang telah disediakan
---
1.       Apakah pengertian dari dewa yajna ?


 



2.       Sebutkan jenis-jenis dewa yajna !



3.       Sebutkan dewa yajna yang dilakukan setiap saat !



4.       Sebutkan dewa yajna yang dilakukan pada waktu tertentu !



Apakah hal baru yang kalian dapatkan dari materi dewa yajna !


 





Nama                    :
Kelas                     :
Tanggal                :
Tujuan               :
Memahami Yajna sebagai salah satu dasar dalam Pitra Yajna
Kegiatan           :
Siswa menulis jawaban tentang yajna pada lembar kerja yang telah disediakan
---
1.       Apakah arti pitra yajna !


 



2.       Jelaskan mengapa umat Hindu ketika meninggal dilakukan upacara ngaben !



3.       Tuliskan pengalaman kalian saat mengikuti pelaksanaan pitra yajna !



Apakah yang kalian sudah dapatkan dari materi pitra yajna !


 









Nama                    :
Kelas                     :
Tanggal                :
Tujuan               :
Memahami Yajna sebagai salah satu dasar dalam Rsi Yajna
Kegiatan           :
Siswa menulis jawaban tentang yajna pada lembar kerja yang telah disediakan
---
1.       Jelaskan tentang rsi yajna !


 





2.       Bagaimanakah bentuk korban suci untuk rsi atau orang suci !
 





3.       Jelaskan pengalaman kalian saat melakukan rsi yajna yanga di masyarakat !



 














Nama                    :
Kelas                     :
Tanggal                :
Tujuan               :
Memahami Yajna sebagai salah satu dasar dalam Manusia Yajna
Kegiatan           :
Siswa menulis jawaban tentang yajna pada lembar kerja yang telah disediakan
---
1.       Apakah yang dimaksud dengan manusia yajna !


 




2.       Sebutkan pelaksanaan upacara manusia yajna yang dilakukan sejak dalam kandungan sampai dia menikah !






3.       Apakah tujuan melakukan upacara potong gigi !
 









Nama                    :
Kelas                     :
Tanggal                :
Tujuan               :
Memahami Yajna sebagai salah satu dasar dalam Bhuta Yajna
Kegiatan           :
Siswa menulis jawaban tentang yajna pada lembar kerja yang telah disediakan
---
1.       Apakah yang dimaksud dengan bhuta yajna !




2.       Apakah tujuan melakukan bhuta yajna !





3.       Jelaskan pendapat kalian tentang pelaksanaan upacara bhuta yajna yang dilakukan sehari-hari !